Kesederhanaan Masyarakat Baduy

November 29, 2015
Welcome Ciboleger, with @kilikiliadventure
Perjalanan 21-22 November 2015

Pagi itu di Stasiun Rangkasbitung, stasiun kala itu ramai, ternyata akhir pekan tidak mempengaruhi kesibukan orang-orang untuk bertransportasi dengan kereta. Saya dan ketiga rekan kerja juga berada di stasiun tersebut siap untuk menghabiskan akhir pekan di Baduy, tempat original salah satu suku di Banten, Indonesia. Kali ini saya dan rekan-rekan mengikuti open trip bersama @kilikiliadventure.


Stasiun Rangkasbitung hanya menjadi meeting point kami dengan trip, kemudian perjalanan dilanjutkan menuju Ciboleger dengan men-charter satu angkot. Bukan hanya kami berempat, namun dengan open trip ini kami melakukan perjalanan dengan 6 rekan lainnya.


Sesampainya di Ciboleger, sejenak kami melepas jetlag dan mengisi bahan bakar (makan siang) untuk trekking panjang di rumah seorang Baduy Luar. Ternyata hujan mulai membasahi tanah Baduy. Jujur, kekhawatiran muncul di kepala saya karena katanya trekking ke baduy dalam bisa memakan waktu hingga 5 jam bahkan lebih dengan medan yang menanjak menurun seperti perjalanan ke gunung. Namun, apalah rasa khawatir dan takut bila rekan-rekan seperjalanan lain justru merasa senang. Salah satu dari rekan perjalanan saya yang dipanggil mbak Nur, justru penasaran karena sudah lama tidak bermain langsung dengan air. Perlahan rasa semangat itu mulai tumbuh, ditambah pula karena guide kami yang merupakan porter adalah orang Baduy Dalam yang siap menemani perjalanan kami ke tempat tinggal mereka.

Dengan menggunakan jas hujan sebagai pelindung, kami memulai perjalanan. Melewati jalan bebatuan dan jembatan, rute keberangkatan ini melewati medan yang sangat menantang dan menghabiskan banyak tenaga serta melewati
4-5 jembatan, namun ternyata kami berhasil melewati rute ini selama 4 jam dari perkiraan 5 jam lebih. Wahh, sebuah rekor! Awalnya saya pikir tidak mungkin, tapi sungguh medan yang kami lewati sungguh berat. Perlu kesiapan fisik serta semangat untuk mau turun-naik bukit yang katanya lebih sulit dari track ke Gunung Papandayan. Pantas saja bisa menghabiskan waktu lebih dari 5jam. Sesekali saat hujan telah berganti gerimis, kami berani untuk mengeluarkan kamera dan berfoto bersama untuk kenangan perjalanan kami. Ohya, selama masih di kawasan Baduy Luar, foto masih diijinkan.



Open trip to Baduy Dalam with @kilikiliadventure



Kami bertolak dari Baduy dalam pada esok harinya pada pukul 08.00 ditemani oleh cuaca yang cerah. Tidak lupa pagi harinya kami berjalan area Baduy Dalam dan membeli sedikit hasil karya masyarakat Baduy seperti tenun, gelang, dan juga madu. Rute kepulangan kami tidak sama dengan berangkat, kali ini waktu perjalanan kembali kami lebih singkat yaitu sekitar 3-4jam, melewati sungai besar tempat biasa para masyarakat mandi. Ketika sudah dekat dengan Ciboleger, ternyata kita melewati sebuah danau besar yang menjadi tempat anak-anak bermain dan berenang.

Sesungguhnya baik danau ataupun lokasi, ataupun rumah masyarakat Baduy merupakan tempat biasa orang pedalaman pada umumnya, bukan tempat wisata yang wah atau menawarkan keindahan alam yang pasti bisa menjadi objek untuk foto-foto cantik dan lainnya, tapi yang indah dari perjalanan ke Baduy Luar dan Dalam adalah pengalaman dan cerita, yang tidak akan mungkin bisa didapat bila tidak langsung pergi mengunjungi lokasi ini sendiri.
Jalur mendaki
Salah satu rumah Perkampungan Baduy Luar



Potret Kehidupan Baduy

Kesederhanaan. Itu yang paling menggambarkan Baduy dan hal itu pulalah yang membuat saya sangat terkesan pada Baduy. Banyak orang yang selalu berfikir travelling karena tujuan wisatanya, atau karena pemandangan dan keindahan yang terdapat di daerah tersebut. Namun, saya justru ingin mendapat 'pengalaman'nya, melihat, mengalami, berinteraksi langsung dengan kehidupan orang Baduy. Sebelum keberangkatan, banyak ketakutan yang saya rasakan, terutama aturan dan larangannya.

Kehangatan dan kesederhanaan yang ada di Baduy dalam tidak bisa terlupakan. Kami diterima dengan tangan terbuka, sejak awal pertemuan dengan para porter baduy di Ciboleger hingga diperbolehkan menginap di sana. Hidup dengan mencintai alam, dan tidak diperbolehkan menggunakan listrik yang berarti mematikan setiap perangkat elektronik yang ada dari handphone hingga kamera, juga tidak menggunakan sabun (bahan kimia) yang mengotori alam. Aturan tersebut ternyata bisa kami lakukan, bahkan untuk pertama kalinya saya MCK (mandi cuci kakus) di sungai. Rasa takut, rasa tidak aman, dan tidak nyaman menghantui, tapi bila masyarakat Baduy bisa, kenapa saya tidak? Selagi berada di Baduy, alami dan rasakan semuanya, belum tentu kesempatan akan datang dua kali, bukankah begitu?

Masyarakat Baduy dalam hanya menggunakan pakaian berwarna hitam dan putih yang terbuat dari katun, ditambah dengan ikat kepala berwarna putih, dan tidak mengenakan alas kaki. Aktivitas sehari-hari mereka adalah berladang. Jangan pikir bahwa ladang ada di sebelah atau belakang rumah mereka, ladang mereka jauh dari rumah dimana harus naik turun bukit dan aktivitas ini dilakukan bukan hanya oleh kaum pria namun juga kaum wanita. Sedangkan untuk baduy luar lebih bervariasi, dimana masyarakat baduy luar lebih bebas. 
Ohya, masyarakat Baduy baik baduy luar dan dalam-pun mempunyai kesibukan lain yaitu menenun, satu tenunan tentunya membutuhkan waktu yang lama. Sepertinya masyarakat baduy tidak memandang usia semuanya bekerja dan menghasilkan, hal ini terlihat seorang nenek yang sudah cukup renta, dia masih tekun dan giat menenun walaupun kerutan sudah memenuhi tubuhnya.

Kerutan Sejuta Karya, by @timoteusyuwono
Keceriaan anak Baduy Luar
Anak Baduy Luar

Baduy dapat dikunjungi setiap saat kecuali pada hari besar Baduy yaitu Adat Kawalu yang berlangsung 3 bulan, biasanya dilaksanakan pada awal tahun. Hari besar ini seperti Nyepi, dimana mereka akan khusyuk dan tidak menerima tamu dari luar Baduy. Lalu apakah masyarakat Baduy dalam tidak mau tahu urusan negara? Tentu tidak. Ada perwakilan Baduy yaitu salah satu pemuka di baduy luar yang menjadi penghubung antara pemerintah dengan Baduy Dalam, karena seperti yang kita tahu bahwa tetua atau dapat dikatakan kepala suku Baduy ada di baduy dalam yang dikenal dengan sebutan pu'un. Tamu atau seperti kami yang berkunjung ke Baduy tidak boleh melewati area tempat tinggal pu'un.

Seluruh aturan kehidupan di masyarakat Baduy diatur dalam aturan adat termasuk pula larangan adat. Masyarakat baduy dalam diperbolehkan melakukan perjalanan ke luar namun tetap harus mengikut ketentuan yang berlaku. Biasanya mereka ke luar untuk mengunjungi rumah kita yang pernah ke sana. Asalkan memberik alamat yang jelas, suatu saat mereka akan mengunjunginya walau perjalanan ditempuh dengan hanya berjalan kaki. Mendengar cerita dari para guide baduy yang menemani kami, hingga kini sudah banyak teman-teman Baduy dalam yang bahkan sudah sampai di daerah Bekasi.


Sekilas tentang Guide Baduy Dalam

Ohya, sedikit tentang guide kami yang menemani perjalanan dari Ciboleger - Baduy Luar - Baduy Dalam hingga sebaliknya. Seperti yang telah saya utarakan di atas, bahwa selain dari open trip sendiri, perjalanan kami ditemani oleh guide Baduy Dalam sebagai porter yang bukan hanya menemani perjalanan tapi juga mempersilahkan kami untuk boleh tinggal di rumahnya. Mereka adalah Bang Jali, Bang Safri, dan Sadik (si kecil berumur sekitar 10 tahun) yang masih merupakan keluarga. Dari awal kedatangan, mata saya tertuju ke Sadik, anak Baduy yang sedang dididik menjadi seorang porter di dewasanya nanti. Dia tidak banyak bicara, tapi matanya mengamati setiap tamu dan kebiasaan orang-orang yang mengunjungi kampung halamanya. Dia bisa membawa 2-3 barang di pundaknya dan dengan lincah menuruni menaiki perbukitan Baduy ini. Bukan hanya kagum, tapi kami semua sayang dengan anak ini.


Sadik, by @timoteusyuwono
Foto bersama Sadik



Tersadar dan terhentak setelah melihat kehidupan masyarakat Baduy Dalam. Tak henti-hentinya syukur dan terimakasih terlontar di pikiran saya setiap melihat Baduy. Mereka menjunjung tinggi nila-nilai kesederhanaan dan cinta pada alam dengan menjaga dan melestarikan alam Indonesia, mereka pula yang menunjukkan seberapa kaya Indonesia yang beragam, seberapa besar dan luas tanah Indonesia yang subur ini. Tapi bagaimana dengan kita yang sudah terlalu banyak merusak alam, terutama dari hal-hal kecil. Dimanakah tanggungjawab kita kepada alam?



No comments:

Powered by Blogger.